Tuberkulosis Resisten Obat atau sering disebut TB RO adalah bentuk tuberkulosis (TB) yang tidak bisa diobati dengan obat-obatan TB standar, seperti rifampisin dan isoniazid. TB RO menjadi ancaman kesehatan global yang serius karena lebih sulit diobati dibandingkan TB biasa, dan memerlukan pengobatan yang lebih lama dengan obat-obatan yang lebih kuat dan sering kali menimbulkan efek samping yang berat.

 

Apa Itu TB RO?

TB adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang bagian tubuh lain seperti tulang, ginjal, otak, dan kelenjar getah bening. Tuberkulosis biasa dapat diobati dengan pengobatan antibiotik standar dalam kurun waktu 6-9 bulan. Namun, pada kasus TB resisten obat, bakteri TB menjadi kebal terhadap obat-obatan standar sehingga pengobatannya menjadi jauh lebih rumit.

 

TB RO terbagi menjadi dua jenis utama:

  1. MDR-TB (Multidrug-Resistant Tuberculosis): Jenis TB yang kebal terhadap dua obat anti-TB yang paling efektif, yaitu rifampisin dan isoniazid.
  2. XDR-TB (Extensively Drug-Resistant Tuberculosis): Bentuk TB yang lebih parah, kebal terhadap lebih banyak obat, termasuk fluoroquinolone dan setidaknya satu dari tiga obat lini kedua (amikasin, kanamisin, atau kapreomisin).

 

Penyebab TB RO

TB RO terjadi karena bakteri TB mengalami mutasi yang membuatnya kebal terhadap obat. Faktor penyebab munculnya TB resisten obat antara lain:

  1. Pengobatan yang tidak adekuat: Pengobatan TB yang tidak lengkap atau tidak sesuai dengan pedoman dapat memicu resistensi. Hal ini dapat terjadi jika pasien tidak mengonsumsi obat sesuai dengan jadwal, menghentikan pengobatan lebih awal, atau menerima dosis yang salah.
  2. Penularan langsung: Seseorang bisa langsung terinfeksi TB RO melalui kontak dekat dengan pasien yang sudah terkena TB resisten obat. Ini berarti infeksi TB resisten obat dapat menyebar sama seperti TB biasa, melalui percikan air liur (droplet) yang terhirup dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi.
  3. Kualitas pengobatan yang buruk: Di beberapa tempat, kurangnya akses terhadap obat-obatan anti-TB yang berkualitas atau fasilitas kesehatan yang memadai dapat menyebabkan pengobatan tidak efektif dan meningkatkan risiko resistensi obat.

 

Gejala TB RO

Gejala TB RO serupa dengan TB biasa, namun gejalanya bisa lebih parah dan lebih lama berlangsung karena infeksinya lebih sulit diatasi. Beberapa gejala umum TB RO meliputi:

  • Batuk kronis yang berlangsung lebih dari 2 minggu, sering kali disertai dengan darah.
  • Demam yang tidak kunjung sembuh.
  • Penurunan berat badan yang drastis.
  • Keringat malam yang berlebihan.
  • Nyeri dada dan kesulitan bernapas.
  • Kelelahan yang berkepanjangan.

 

Karena gejala TB RO mirip dengan TB biasa, diagnosis laboratorium yang tepat sangat penting untuk membedakan antara kedua jenis infeksi ini.

 

Diagnosa TB RO

Untuk mendiagnosis TB RO, dokter akan melakukan serangkaian tes, termasuk:

  • Tes dahak: Sampel dahak diambil untuk dianalisis di laboratorium guna mendeteksi keberadaan bakteri TB serta mengetahui apakah bakteri tersebut resisten terhadap obat tertentu.
  • Tes sensitivitas obat (DST): Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi obat-obatan mana yang tidak efektif melawan bakteri TB pada pasien.
  • Tes molekuler cepat (Xpert MTB/RIF): Tes ini membantu mendeteksi TB sekaligus memeriksa resistensi terhadap rifampisin, salah satu obat anti-TB utama, dalam waktu yang relatif cepat.

 

Pengobatan TB RO

Pengobatan TB RO lebih kompleks dan memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan TB biasa. Pada kasus TB resisten obat, pengobatan bisa berlangsung antara 18 hingga 24 bulan, tergantung pada jenis resistensi dan respons pasien terhadap pengobatan.

Pengobatan TB RO melibatkan penggunaan obat-obatan lini kedua yang lebih kuat, seperti:

  • Fluoroquinolone: Antibiotik yang sering digunakan untuk mengobati infeksi TB resisten obat.
  • Obat injeksi: Seperti amikasin, kanamisin, atau kapreomisin.
  • Obat baru: Seperti bedaquiline dan delamanid, yang telah dikembangkan untuk mengatasi kasus TB yang resisten terhadap obat lini kedua.

 

Pengobatan TB RO membutuhkan pemantauan ketat dan disiplin tinggi. Efek samping dari obat TB RO sering kali lebih berat dibandingkan dengan pengobatan TB biasa, seperti mual, kerusakan ginjal, gangguan pendengaran, dan gangguan mental. Oleh karena itu, pasien TB RO sering kali memerlukan dukungan medis dan psikologis yang komprehensif selama pengobatan.

 

Pencegahan TB RO

Pencegahan TB RO bisa dilakukan melalui beberapa cara:

  1. Pengobatan TB yang Tepat: Pastikan pasien TB menjalani pengobatan yang lengkap dan sesuai dosis yang dianjurkan oleh dokter. Hal ini mencegah berkembangnya resistensi obat.
  2. Penularan TB: Hindari kontak langsung dengan pasien TB aktif, terutama jika mereka tidak menjalani pengobatan yang efektif. Penggunaan masker dan ventilasi yang baik juga bisa membantu mencegah penularan.
  3. Skrining dan Diagnosa Dini: Melakukan deteksi dini dan tes sensitivitas obat pada pasien TB agar bisa segera diberikan pengobatan yang tepat sebelum bakteri TB berkembang menjadi kebal terhadap obat.

 

Kesimpulan

Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO) merupakan tantangan besar bagi kesehatan global, terutama karena pengobatannya yang lebih sulit dan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan TB biasa. Penting bagi pasien TB untuk menjalani pengobatan sesuai dengan anjuran dokter agar tidak berkembang menjadi TB RO. Selain itu, peningkatan kesadaran dan skrining dini juga sangat penting untuk mencegah penularan TB RO di masyarakat.

Pengobatan TB RO memerlukan komitmen dan kedisiplinan tinggi, tetapi dengan pengobatan yang tepat, pasien TB RO masih memiliki peluang untuk sembuh. Dukungan dari keluarga, tenaga kesehatan, dan pemerintah sangat diperlukan untuk menangani penyakit ini secara efektif.